Monday 24 April 2017

Cinta Di Hati Yang Kosong

Assalamu’alaikum ikhwah,

            Semua manusia PASTI akan merasakan apa yang kita namakan dengan Cinta. Entah bentuknya cinta terhadap manusia lain,uang,jabatan atau bahkan ke sebuah benda. Tapi disini penulis ingin mengangkat bentuk cinta seorang Manusia kepada Manusia lain.
            Hati sebagian remaja (termasuk penulis) saat ini mungkin sedang menggebu-gebu dengan sesuatu yang kita namakan cinta. Sebuah perasaan sayang dan ingin memiliki. Saat kita sudah cinta  kepada seseorang, wah, kita akan melakukan apa saja yang dia minta. Bahkan sampai kepada hal-hal yang kadang kurang logis untuk dilakukan.
                Kebanyakan remaja, atau bahkan kebanyakan orang mungkin mempunyai kriteria dalam mencintai seseorang. Apakah dia harus orang yang alim, cantik, pintar, atau dermawan. Dan saat kita menemui orang yang cocok dengan kriteria kita tersebut, timbulah perasaan untuk dekat dengan orang tersebut, dan timbul juga rasa sayang yang sangat besar.
                Bagi sebagian remaja, mungkin perasaan ini timbul ketika bertemu dengan “kriteria” nya dikelas atau disekolah. Dan timbulah kata-kata memuji dirinya, “Wah, kok itu orang manis banget ya, kalo deket sama dia nyaman juga lagi, hati jadi terasa adem.”  Dan biasanya setelah hal itu terjadi, kita mulai ingin tahu tentang dirinya. Mencari tahu lebih dalam tentang Siapa-sih Dia?
               
                Tapi,apakah benar kita mencintai orang tersebut? Orang yang sangat perfect bagi kita, orang yang memukau hati kita. Orang yang ketika kita berdekatan dengannya,dunia hanya serasa milik berdua?
                Pernah gak sih, kita berpikiran bahwa, kita sebenarnya lebih mencintai diri kita sendiri daripada mencintai orang tersebut.
                Apa maksudnya? Saat hati kita kosong, galau, sedih, sendiri. Kita membutuhkan seseorang untuk menemani dan menjaga hati dan perasaan ini. Maka timbulah perasaan dan rasa untuk mencari seseorang untuk mengisi kekosongan hati kita ini. Jadi kita mencintai  seseorang untuk mengisi kekosongan hati kita, jadi kita itu lebih mencintai diri kita sendiri. Yang menyebabkan kita mencari seseorang untuk mengisi kekosongan tersebut.          
                Bagi temen-temen yang sudah merasakan pacaran pasti sudah mengetahui hal ini. Ketika sehabis putus, sedang galau-galau nya. Hati kita yang kosong sedang mencari siapa yang bisa mengisi kekosongan ini. Maka timbulah perasaan untuk cinta kepada seseorang.
                Yang membedakan kita hanyalah ada beberapa orang yang berkomitmen, dan ada beberapa yang tidak berkomitmen.
                Karena, sesungguhnya ikhwah, Cinta yang sesungguhnya akan terjadi apabila kita mendasari nya karena Allah, dan HANYA  karena Allah.



Tiga perkara, yang barang siapa memilikinya, ia dapat merasakan manisnya iman, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul melebihi cintanya kepada selain keduanya, cinta kepada seseorang karena Allah dan membenci kekafiran sebagaimana ia tidak mau dicampakan ke dalam api neraka." (H.R. Bukhari-Muslim)


Referensi:
http://sweet-myheart.blogspot.co.id/2013/04/kumpulan-hadis-nabi-tentang-cinta.html
Materi Mentoring.

Meldi Hafizh
XI MIA-2

Sunday 23 April 2017

Menebar Kebaikan Untuk Sesama

Assalamua’laykum warahmatullah wabarakatuh

Manusia adalah makhluk sosial, di mana ia tidak bisa bergantung pada dirinya sendiri, melainkan membutuhkan bantuan serta kehadiran manusia lainnya. Tapi di era modern saat ini, banyak sekali manusia yang tak acuh terhadap temannya, tetangganya, bahkan saudaranya. Aktivitas yang padat? Kerjaan yang menumpuk? Itu yang katanya menjadi penghadang dan pemutus hubungan antar sesama manusia serta membiarkan saudara seimannya. Hal itu akan merusak hubungan dalam bermasyarakat serta mengurangi kesempurnaan iman milik seseorang. Seperti apa yang telah dikatakan Rasulullah dalam sabdanya:
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45)

Lantas apa yang harus kita lakukan terhadap saudara-saudara kita?
Pertama berbuat baiklah kepada sesama. Karena dengan hal itu, kita telah memberikan kebahagian dan cinta kasih antar sesama. Berbuat baik yang macam apa sih? Yang selalu memberikan makan? Mengajaknya jalan-jalan? Atau mengorbankan semua yang kita punya untuk nya? Tidak seperti itu, kita dapat melakukan dengan hal-hal kecil saja. Seperti memindahkan paku dipinggir jalan, membantu menyebrangi jalan, atau membantu membawakan barang. Tidak hanya dengan itu, kita juga dapat memberikan dan mengajarkan ilmu yang telah diperoleh terhadap sesama.
Berikut adalah ilustrasi cerita tentang kebahagian atas berbuat baik dengan menolong antar sesama.
Diceritakan dalam suatu kelompok liqo, Annisa dan kawan-kawannya diberikan tantangan oleh kakak mentornya, panggil saja Kak Ayu. Kak Ayu menantang mereka semua untuk melakukan 1 hal kebaikan yang berhubungan dengan manusia di lingkungan sekolah dalam waktu 10 menit. Annisa dan kawan-kawannya berlarian kesana kemari mencari targetnya. Ada yang membantu membawakan kardus minuman, memberikan makanan ringan ke bapak satpam, membantu membersihkan wadah minuman, sampai membantu membersihkan sampah di kelas dan membawanya ke tempat pembuangan sampah sementara. Mungkin teman-teman yang melihat kebingungan atas apa yang mereka kerjakan. Seperti yang dilakukan Nabilah saat membawa tempat sampah ke tempat pembuangan sampah. Ia berpapasan dengan temannya lalu ia berkata “ Yaampun Nabilah kamu ngapain? Rajin banget sih.” Nabilah pun hanya tersenyum menanggapinya. Setelah semuanya selesai, mereka semua menceritakan apa yang telah mereka lakukan. Mereka semua merasa senang dan amat bahagia, begitupun dengan orang-orang yang dibantunya. Ucapan terimakasih dan senyum tulus karena lelahnya bekerja dari orang yang mereka bantu, memicu perasaan kita untuk ikut merasakan kebahagian itu.
Kalau kalian tidak percaya, yuk kita sama-sama untuk menebar kebaikan tentunya dengan niat ikhlas karena Allah yaaa
Hanya berbuat baik? Tentu saja tidak. Untuk yang kedua ini kita harus menjaga perasaan orang-orang disekitar kita. Baik itu perkataan ataupun perbuatan. Mungkin kita tidak sadar akan apa yang telah kita lakukan dan ucapkan. Akan lebih baik jika kita meminta maaf, toh bermaafan itu tidak hanya saat lebaran kan? Hehe..
Bicara tentang perasaan memang sangat sensitif, apalagi jika kita tidak mengetahui keadaan lawan bicara. Yang niat bercanda malah dianggap serius. Makanya kita juga harus melihat-lihat bagaimana keadaan lawan bicara kita. Jangan sampai mereka marah akan bercandaan dan omongan kita ya. Hati-hatilah dalam berbicara, karena lisan akan melukai lebih dalam daripada perbuatan fisik lhoo. Luka di wajah bisa dihilangkan, tapi sayatan di hati sulit untuk dirajut kembali.
Ada banyak sekali cara untuk membuat orang lain bahagia, tidak seperti yang ada tulisan ini saja.
Yuk mari kita berlomba-lomba hal-hal kebaikan dan menebarkan kasih sayang terhadap sesama. Semangat yaa mencari kebaikannyaa😉
وَٱصْبِرْ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S Hud : 115)


 Widya Puspita
XI MIA-5

Saturday 15 April 2017

Kunci Kebahagiaan



Assalamu'alaykum wr.wb.

Kita hidup di dunia ini tak lain adalah untuk mencari kebahagiaan. Namun pada akhirnya, banyak diantara kita yang menyangka bahwa bahagia itu saat kita sudah memiliki harta yang banyak, pangkat yang tinggi, mobil yang mewah, rumah yang besar, dan lain sebagainya. Tapi apakah hanya dengan cara-cara seperti itu kita bisa bahagia?

Ikhwah fillah.. Sejatinya, bahagia itu berasal dari dalam hati. Tatkala ia merasa damai, nyaman, tenteram, maka pastilah kita merasa bahagia dan senang. Sebaliknya, apabila ia merasa hampa, kosong, maka pastilah kita akan merasa gelisah, sedih, dan gundah gulana. Maka dari itu, kunci kebahagiaan adalah syukur dan sabar. Mengapa demikian? Karena dengan syukur dan sabar insyaaAllah kita akan mendapat ridho Allah SWT.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).

Seringkali saat sesuatu yang tidak kita sukai terjadi, yang kita lakukan hanyalah mengeluh dan mengeluh. Lantas pada akhirnya kita akan menyalahkan keadaan, bersumpah serapah atas semua yang terjadi.  Bahkan boleh jadi kita menyalahkan Yang Maha Kuasa. Na'udzubillah..

Seringkali kita lupa bahwasannya selalu ada hikmah dibalik setiap peristiwa. Kita lupa bahwasannya Allah SWT memberikan suatu musibah tak lain pasti dengan suatu alasan. Hanya saja, kita manusia tak punya ilmu untuk mengetahui segala sesuatunya. Hanyalah Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu, yang tahu apa yang terbaik bagi setiap hamba-Nya. Maka dari itu jika kita diberikan musibah hendaklah kita senantiasa bersabar. Karena dengan bersabar, hati menjadi lapang. Dan bersabar adalah salah satu cara kita berdamai dengan kesulitan. Sabar itu memang sulit, karena balasan yang Allah berikan juga besar. Allah SWT berjanji akan memberikan pahala yang tiada batas kepada orang yang bersabar.

Allah SWT berfirman dalam surat az-Zumar ayat 10 :

...إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ (١٠)
" ...Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (Q.S. Az-Zumar : 10)

Pun begitu pula saat kita dikaruniai nikmat yang banyak. Seringkali kita lalai dengan kewajiban karena sudah bergelimangan harta. Lantas kita merasa ujub bahwa semua itu karena hasil kerja keras kita semata, tanpa ada campur tangan Sang Maha Kuasa. Na'udzubillah..

Seringkali kita lupa bahwasannya semua itu berasal dari Allah SWT. Kita lupa bahwa di dunia ini kita tak punya apa-apa. Bahkan diri ini pun adalah milik Allah SWT. Mata, telinga, mulut, semuanya adalah pemberian dari-Nya. Maka dari itu, tak lain yang harus kita lakukan adalah bersyukur kepada-Nya. Bersyukur itu ibarat memberi tag atau me-mention Allah sebagai tanda terimakasih atas tercapainya tujuan-tujuan kecil menuju tujuan besar. Dan bersyukur adalah salah satu cara kita lebih menikmati dan memaknai hidup.

Ikhwah fillah.. Begitulah hidup ini, musibah, ujian dan nikmat selalu datang beriringan. Musibah tak selamanya musibah, karena pasti ada nikmat dibaliknya. Pun nikmat tak selamanya nikmat, karena pasti ada ujian dibaliknya. Maka, sabar dan syukur pun harus selalu kita lakukan. Baik dikala kita ditimpa musibah atau ujian ataupun diberikan nikmat yang banyak. Maka insyaaAllah hati kita senantiasa bahagia, karena ia merasa lapang dan damai dengan apapun yang terjadi. Ia juga tak akan hampa atau kosong karena ia selalu terisi dengan kesabaran dan syukur kepada Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dan insyaAllah bukan hanya kebahagiaan di dunia yang kita dapat, melainkan juga bahagia di akhirat kelak. Aamiin.
Maha Suci Allah yang mengetahui semua yang nyata dan segala yang rahasia.

"Kebebasan sejati itu tak pernah ada selama 'ingin' dan 'harus' masih hidup bersama kita, maka untuk meraih merdeka yang indah dan berbahagia, sudah sepantasnya kita memenjarakan diri kita ke dalam tembok sabar dan jeruji syukur." -Anonym


Alfi Puspa Nabilah
XI MIA-2

referensi:
Rumaysho.com
ikhwan-sopa.blogspot.co.id

Sunday 9 April 2017

Fenomena Lidah di Depan Akal

Fenomena Lidah didepan Akal


Assalamu’alaykum warrahmatullahi wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim.
Ketika lidah yang lembut dan kenyal itu tak lagi dapat menahan beban tuannya, maka lahirlah kata-kata tanpa makna yang berserakan keluar dari mulut, bagian dari pelampiasan hati yang keruh. Ribuan kata itu tersangkut di gendang telinga orang-orang disekitarnya, mengendap, dan kerap kali menumbuhkan bibit yang ikut meracuni hati bersih pendengarnya. Umpatan, sumpah serapah, makian dan kawan-kawannya berbondong keluar dan bersarang di telinga banyak orang, tak sadar jika satu dua umpatan, sumpah serapah dan makian itu ada yang menjelma menjadi sebuah sembilu tak kasat mata, yang mana mampu melukai telinga bahkan hati pendengarnya. Bahkan dalam beberapa kejadian, wujud sembilu itu tak melulu berupa sumpah serapah, atau makian dan kawan-kawannya. Wujudnya dapat berupa kata-kata yang sebenarnya baik, namun karena beberapa hal semisal, mood, situasi dan nada bicara bisa juga melukai orang lain.
            Manusia, terutama penulis, seringkali lupa untuk berkaca, lupa untuk bermuhasabah, merasa tidak perlu untuk mengoreksi diri sendiri. Merasa diri adalah yang paling benar, merasa jiwa adalah yang paling suci, dan merasa hati adalah yang paling putih. Tenggelam dalam ujub yang membanggakan amal kebaikan diri. Tersenyum jumawa saat pujian manusia datang menghampiri. Lupa dengan segunung dosa yang masih Allah tutupkan aib-aibnya dari saudara-saudaranya. Lupa bahwa Allah Maha Mendengar segala isi hati, yang dilisankan secara terang maupun yang tersembunyi.
            Zaman ini, saat kebebasan bersuara menjadi hak yang dimiliki tiap orang, menjadi tameng saat pendapatnya mendapat kecaman, menjadi senjata untuk menjatuhkan orang lain, menjadi rudal untuk ‘membunuh’ sesama, kata maaf hanya menjadi pemanis bibir yang diobral murah. Kasus sebesar apapun, senista apapun, sekeji apapun itu yang disyiarkan lewat media maupun tatap muka dapat dengan mudah tertimbun dengan pemberitaan lain hanya dengan kata maaf yang disuratkan, hanya dengan menjual airmata dan rasa iba, lantas kembali bergelut menyiapkan segudang diksi baru untuk menyerang yang lain. Mereka – mungkin juga penulis –   lupa dengan hakikat ‘maaf’ yang sebenarnya. Ini zaman dimana orang menulis atau berbicara sesuatu untuk menciptakan sebuah peristiwa, beda dengan zaman Rasulullah saw., dimana menulis atau berbicara bertujuan untuk mengabarkan sebuah peristiwa.
            Meski begitu, ternyata banyak juga manusia yang masih memelihara rasa angkuh, mengembang biakkan rasa congkak pun tinggi hati untuk berucap maaf. Lupa dengan kordratnya manusia sebagai tempat kesalahan dan kekhilafan bernaung. Lucunya zaman sekarang adalah ada segelintir orang yang mudah mengobral maaf dan segelintir lainnya merasa tidak perlu, karena beredar diksi baru yang dijadikan dalih untuk tidak minta maaf. Apa diksi itu? Jawabannya : “Ah kamu kok baper sih? Jangan baper kalik. Aku cuma bercanda”. Pernah mengucapnya? Ya, penulis juga pernah, atau bahkan tanpa disadari tabiat buruk itu masih lestari dalam diri.
            Astaghfirullah ‘aladzim...
            Mari sama-sama resapi salah satu firman Allah dalam Qs. Al – ‘Isra : 36 di bawah ini
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Artinya :
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
Dalam ayat tersebut Allah mengingatkan kita untuk tidak sembarang membicarakan suatu perkara tanpa tahu ilmunya. Karena kelak, saat hari pertanggungjawaban itu tiba, semua indera kita kecuali mulut akan bersaksi didepan Allah. Mereka akan mengadukan sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan, tanpa bisa kita bantah, tanpa bisa kita sanggah, apalagi menyiapkan pembelaan. Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala halaman 47, bahwasanya :
“Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi telinga dua buah, sedangkan diberi mulut hanya satu adalah supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Seringkali orang menyesal di kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Dan menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih mudah daripada menarik perkataan yang terlanjur diucapkan. Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya.”
            Semoga Allah Ta’ala senantiasa meluruskan lisan-lisan kita, memperbaiki amalan-amalan kita dan memberikan kita taufik untuk mengamalkan perkara yang dicintaiNya dan diridhoiNya. Aamiin Allahuma aamiin...
Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia
mengatakan yang baik atau diam.” (HR. Bukhari, Muslim)

Annisa Aulia Hawari-XI MIA 2

Referensi :
Muslimah.or.id

Almanhaj.or.id