Tuesday 20 June 2017

'Anchor'-ku dalam Al-Qur'an

ANCHORKU DALAM AL QURAN

 Pada bulan Ramadhan ini ada 3 buah amalan sunnah yang sangat dianjurkan untuk kita kerjakan. Bahkan bisa dibilang menjadi wajib untuk dilakukan, yaitu puasa, tilawatul Quran, dan juga shalat tarawih. Tapi tidak berarti hanya itu saja yang dapat kita lakukan selama bulan mulia ini. Namun dalam artikel ini akan ditekankan pada tilawatul Qurannya.

 Sungguhlah kita menjadi orang yang merugi apabila pada bulan ramadhan ini tak sanggup mengkhatamkan alquran satu kali pun, karena apa ? pada bulan yg mulia inilah ayat Al-Quran pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW , yaitu surah Al-Alaq ayat 1 sampai 5.

 Mengingat Imam Syafi'i pada bulan ramadhan dapat mengkhatamkan Al-Quran sampai 60x bahkan Imam malik merelakan untuk menskip kajiannya yang membahas hadist hadist Rasulullah SAW tiap subuh hanya untuk memaksimalkan waktunya dengan tilawatil Quran, MasyaAllah.

 Apa ya yang menjadikan alasan kita untuk dianjurkan membaca Al-Quran? Nabi Muhammad SAW bersabda "Barangsiapa yang membaca satu huruf di dalam Al-Quran, maka baginya 1 kebaikan. Dan setiap kebaikan akan berlipat ganda hingga 10 kali kebaikan. Aku tidak mengatakan 'Alif lam mim' itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf." (HR. Ibnu Mas'ud)
Pada bulan Ramadhan, amalan tilawatul Quran ini akan dinilai oleh Allah sendiri di mana pahala kebaikan dari satu kebaikan akan berganda hingga 700 kebaikan, MasyaAllah.

 Bila kalian belum mampu untuk melakukan tilawatul Quran, mulailah dengan mendengarkan lantunan lantunan murotal Al-Quran.

 Pelantunan ayat Quran yang indah bukan hanya terletak pada lagunya saja. Tetapi pelantunan dengan ilmu tajwid yang benar. Melagukan Al-Quran memang dianjurkan dalam islam, tetapi harus dengan hukum tajwid yang benar, karena mustahil melantunkan lagu Al-Quran dengan merdu tanpa tajwid yang benar.

 Mendengar anak berusia 4-6 tahun yang telah Hafidz Quran dan melantunkannya dengan suara yang merdu dengan tajwidnya benar, apakah kalian tidak malu dengan usia kalian yang meranjak dewasa ini? Astaghfirullah

 Bagaikan anchor dalam tim futsal, tajwid memiliki fungsi yang sama di dalam Al-Quran. Di mana anchor bertugas untuk mengatur jalannya permainan dalam tim, sedangkan tajwid berfungsi sebagai pengatur benar tidaknya suatu bacaan dalam Al-Quran.

 Allah SWT berfirman dalam surah Muzammil ayat 4, "Dan bacalah Al-Quran dengan tartil." Membaca Al-Quran dengan tartil memerlukan tajwid agar bacaannya indah, baik, dan benar. Tartil adalah membaca dengan perlahan, karena jika membacanya dengan tergesa-gesa akan sulit memperhatikan tajwid dan akhirnya akan terdapat banyak kesalahan. Maka dari itu pelajarilah tajwid dengan baik dan benar agar kita bisa membaca Al-Quran dengan baik dan benar.

 Kebenaran itu hanya satu, tak terbilang-bilang. Kebenaran dapat diketahui dengan ilmu, dan ilmu di dapati dengan belajar. Dan orang yang berada dalam kebenaran hanyalah orang yang mempelajari ilmu yang benar.

Irfan Musa
XI MIA-1

Monday 12 June 2017

Surauku Telah Roboh

Surauku Telah Roboh
          Hati kita tersentuh, kita menitikkan air mata saat melihat berita bencana alam di sekitar. Tapi apakah kita pernah bersedih saat melihat surau atau masjid kita sepi saat ada kajian ataupun ceramah? Bahkan saat adzan berkumandang pun surau kita masih tetap sepi, hanya ada orang-orang tua yang sudah hampir uzur, yang pergi ke surau, dan jumlahnya bahkan tidak sampai satu shaf. Lalu, kemanakah anak-anak muda yang seharusnya meramaikan surau tersebut? Mereka hanya duduk-duduk di sekitar surau, beranda gurau, bahkan bersikap acuh. Kemanakah hati kita saat itu? Mengapa kita tak tergerak sama sekali?? Padahal, Islam akan tegak bila para umatnya menegakkan shalat. Bila pemeluknya sudah tidak lagi melaksanakan shalat, pertanda agama itu akan roboh, dan pemeluknya akan ikut roboh.
            Pernahkah kita bersedih saat melihat pemuda tidak lagi paham tentang Islam? Tidak adalagi cerita yang akan kita dengar mengenai anak muda yang suka mengaji dan menghafal Al-Quran. Mereka tidak lagi mengenal sahabat Nabi, ulama, ataupun orang-orang yang mendalami agama. Mereka hanyalah mengenal penyanyi-penyanyi yang mempopulerkan lagu masa kini, yang katanya jika kita tidak mengetahuinya maka akan disebut ‘kuper’, ‘kudet’ ataupun ‘kolot’. Dan pertanyaan yang sama lagi “Pernahkah kita bersedih akan semua hal yang saat ini terjadi??”.
Sahabatku, Allah telah berfirman “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta’ala)(Q.S At-Taubah: 18). Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy)-Nya pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya… (di antaranya): Seorang hamba yang hatinya selalu terikat dengan masjid”. (H.R Abu Hurairah)
Setelah mengetahui ayat dan hadist diatas, masih beranikah kita mengabaikan adzan? Dan masihkah kita ragu untuk meramaikan masjid?
Sesungguhnya sahabat,
“Apabila nafas terakhir kita sudah sampai dada, saat itulah kita baru merasa telah dipermainkan dunia.”
Hanif Rahma Arsanti, XI MIA 3