Thursday 17 August 2017

Cahaya Pemuda Islam Dalam Derau Kemerdekaan




CAHAYA PEMUDA ISLAM DALAM DERAU 

KEMERDEKAAN

Genap sudah tujuh puluh dua tahun usia negeri ini. Negeri dimana terdapat berbagai keberagaman. Darah dan air mata telah jatuh untuk mendapatkan kemerdekaan negeri ini. Indonesia. Itulah negeriku, negerimu, dan negeri kami. Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah umat muslim sudah sepatutnya menjadi kunci dalam mengawal dan menggerakan kemajuan bangsa.
Pemuda, itulah yang akan kita bahas. Mengapa harus pemuda?
“Tiap kali kuhadapi masalah-masalah besar, yang kupanggil adalah anak muda”
(Umar Bin Khattab RA).
“Berikan aku 10 pemuda maka akan aku hentakan dunia ini” (Ir. Soekarno)

Karena pemuda merupakan aset dan tulang punggung bangsa ini. Semangat dan jiwa pemuda dalam menggapai sesuatu sangatlah besar. Hal inilah yang diketahui oleh para musuh-musuh Islam. Mereka membuat pemuda muslim menjadi tidak peduli dalam mengisi kemerdekaan. Mereka merubah cara pandang dan pola pikir para pemuda muslim sehingga para pemuda menjadi membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.
Sebagaimana dicontohkan oleh sahabat Usamah bin Zaid. Umurnya masih 18 tahun, ketika Rasulullah mengangkatnya secara langsung sebagai Commander of War (komandan perang) pasukan Islam untuk menyerbu wilayah Syam. Padahal diantara prajuritnya terdapat orang yang lebih senior dan berpengalaman dari dirinya, seperti Abu Bakar, Umar Bin Khattab dan sahabat Rasulullah lainnya. Usamah Bin Zaid adalah tauladan pemuda muslim dunia yang telah menorehkan tinta emas sejarah Islam. Sejarah hidupnya penuh dengan kegemilangan dalam kontribusi bagi dunia dan Islam, sehingga Islam dengan kehendak Allah SWT pernah mencapai masa kejayaannya. 
Indonesia juga memiliki pemuda muslim yang hebat, yang gagah perkasa dan pemberani, pemuda yang tak pernah takut mati, dia adalah Jenderal Sudirman, seorang Panglima Perang Indonesia. Karakter yang ia miliki  membuat ia dapat memukul mundur dan mengalahkan para penjajah bangsa Indonesia. Ia dikenal dengan pribadinya yang memiliki keyakinan yang dalam, teguh pada prinsip, memiliki keilmuan dalam mengatur strategi peperangan dalam melawan penjajahan, dan tidak takut mati dalam berjuang, dan ia mengedepankan kepentingan bangsanya dari pada kepentingan pribadinya, bahkan saat sakit saja tidak dapat membuat ia gentar menghadapi musuh. Ia adalah orang yang selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan Negara.

Namun apakah kau tau? Bahwa di balik teguhnya ia berprinsip, di balik semangatnya yang berkobar, di balik kecerdasan ia mengatur strategi, di balik perjuangannya hingga titik darah penghabisan, ia tak pernah meninggalkan ibadah. Bahkan ia selalu melaksanakan Shalat di awal waktu, ia selalu mengingatkan Bapak Soekarno bahwa perjuangan ini adalah Jihad Fii Sabilillah.
Lalu, bagaimana peran kita dalam menyambut kemerdekaan Indonesia? Apakah kita diminta untuk berjuang di medan perang yang penuh dengan pertumpahan darah? Apakah kita diminta untuk menahan rasa sakit demi mencapai kata “Merdeka”? Lantas mengapa untuk sekadar hormat kepada Sang Saka Merah Putih saja kita enggan? Untuk mendengarkan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dengan khidmat kita enggan?
Bagaimana dengan anggapan bermegah-megahan dalam menyambut kemerdekaan? Mengundang berbagai artis yang jelas-jelas mengumbar aurat, hanya memberikan tontonan yang memuaskan keinginan anak muda zaman sekarang, yang mulai terkikis moral dan perilakunya. Bukankah Indonesia terkenal dengan bangsanya yang berbudi pekerti, berpegang teguh kepada kepercayaan agamanya, dan segalanya yang sopan santun? Katanya begitu.
Maka sudah sepatutnya kita, pemuda-pemudi Islam Indonesia mengikuti jejak mereka. Jejak mulia untuk membangun kemerdekaan tanah air kita. Tidak hanya membangun, namun juga mempertahankan serta mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia.
Selain itu hal yang sepatutnya  kita lakukan adalah memupuk rasa persatuan dan tanggung jawab. Dimana kita dituntut untuk saling menghargai perbedaan dan mengutamakan persatuan. Di bangsa yang penuh keberagaman ini, sering terjadi yang namanya perpecahan.  Oleh karena itu, kita diminta untuk menpertahankan negeara ini dari yang namanya perpecahan.  Perpecahana itu sendiri dapat dipicu melalui faktor internal maupun eksternal. Salah satu contoh dari faktor internal adalah kurangnya ilmu. Kurangnya ilmu dapat menyebabkan kita mudah dipengaruhi, diprovokasi, atau dibodohi. Semakin sedikit ilmu kita maka semakin mudah untuk kita diprovokasi. Karenya islam mengajarkan kita untuk menuntut ilmu sampai ke liang lahat. Jika kita berilmu maka kita akan semakin sulit untuk diprovokasi atau dipengaruhi, karena ilmu yang kita punya dapat menjadi landasan dalam bertindak dan berperilaki 
Selain faktor internal, terdapat faktor eksternal , yaitu era globalisasi. Di era yang semakin canggih ini kita dituntut untuk cerdas dalam memanfaatkannya. Cerdas dalam memanfaatkan media media yang ada untuk kegitan yang bermanfaat, bukan justru untuk kegiatan yang merusak moral bangsa. Mencintai budaya luar yang berlebihan dan justru budaya kita dilupakan. Seharusnya kita bangga terlahir menjadi pemuda indonesia. Terlahir dari tanah khatuliswa. Dimana perbedaan bukanlah penghalang karena perbedaan itu menyatukan bukan memecahbelakan bangsa. Dalam islam kita diajarkan untuk bertolrensi dan saling menhargai. Jika kita dapat melakukannya bukan mustahil jika bangsa kita dapat hidup berdampingan tanpa memperhatikan perbedaan.
Ilmu juga ttak kalah penting perlunya. Bagaimana mau menjadi pejuang negeri, kalau menuntut ilmu saja malas-malasan, memang pasti rasa malas itu datang. Namun, jika kita telah sadar terhadap diri kita sendiri, dan demi mmenyongsong masa depan bangsa, rasa malas itu dengan mudah dapat kita hilangkan. Segala sesuatu itu berawal dari niatnya. Innama a’malu binniyah  begitulah teman-teman, mari sama sama belajar, sama sama bekerja keras, dalam memupuk negeri ini, untuk dapat memunculkan jiwa jiwa pancasila, jiwa jiwa bermoral tinggi, dan berbudi pekerti yang baik.
Selamat HUT RI ke 72
Oleh kami,
Pemuda Islam Cinta Indonesia