CAHAYA PEMUDA ISLAM DALAM DERAU
KEMERDEKAAN
Genap sudah tujuh puluh dua tahun
usia negeri ini. Negeri dimana terdapat berbagai keberagaman. Darah dan air
mata telah jatuh untuk mendapatkan kemerdekaan negeri ini. Indonesia. Itulah
negeriku, negerimu, dan negeri kami. Indonesia yang mayoritas penduduknya
adalah umat muslim sudah sepatutnya menjadi kunci dalam mengawal dan
menggerakan kemajuan bangsa.
Pemuda, itulah yang akan kita bahas. Mengapa harus pemuda?
“Tiap kali kuhadapi masalah-masalah besar, yang kupanggil adalah anak
muda”
(Umar Bin Khattab RA).
“Berikan aku 10 pemuda maka akan aku hentakan dunia ini” (Ir. Soekarno)
Karena pemuda merupakan aset dan
tulang punggung bangsa ini. Semangat dan jiwa pemuda dalam menggapai sesuatu
sangatlah besar. Hal inilah yang diketahui oleh para musuh-musuh Islam. Mereka
membuat pemuda muslim menjadi tidak peduli dalam mengisi kemerdekaan. Mereka
merubah cara pandang dan pola pikir para pemuda muslim sehingga para pemuda
menjadi membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.
Sebagaimana
dicontohkan oleh sahabat Usamah bin Zaid. Umurnya masih 18 tahun, ketika
Rasulullah mengangkatnya secara langsung sebagai Commander of War (komandan
perang) pasukan Islam untuk menyerbu wilayah Syam. Padahal diantara prajuritnya
terdapat orang yang lebih senior dan berpengalaman dari dirinya, seperti Abu
Bakar, Umar Bin Khattab dan sahabat Rasulullah lainnya. Usamah Bin Zaid adalah
tauladan pemuda muslim dunia yang telah menorehkan tinta emas sejarah
Islam. Sejarah hidupnya penuh dengan kegemilangan dalam kontribusi bagi dunia
dan Islam, sehingga Islam dengan kehendak Allah SWT pernah mencapai masa
kejayaannya.
Indonesia juga
memiliki pemuda muslim yang hebat, yang gagah perkasa dan pemberani, pemuda
yang tak pernah takut mati, dia adalah Jenderal Sudirman, seorang Panglima
Perang Indonesia. Karakter yang ia miliki
membuat ia dapat memukul mundur dan mengalahkan para penjajah bangsa
Indonesia. Ia dikenal dengan pribadinya yang memiliki keyakinan yang dalam,
teguh pada prinsip, memiliki keilmuan dalam mengatur strategi peperangan dalam
melawan penjajahan, dan tidak takut mati dalam berjuang, dan ia mengedepankan
kepentingan bangsanya dari pada kepentingan pribadinya, bahkan saat sakit saja
tidak dapat membuat ia gentar menghadapi musuh. Ia adalah orang yang selalu
konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan
Negara.
Namun apakah kau
tau? Bahwa di balik teguhnya ia berprinsip, di balik semangatnya yang berkobar,
di balik kecerdasan ia mengatur strategi, di balik perjuangannya hingga titik
darah penghabisan, ia tak pernah meninggalkan ibadah. Bahkan ia selalu
melaksanakan Shalat di awal waktu, ia selalu mengingatkan Bapak Soekarno bahwa
perjuangan ini adalah Jihad Fii
Sabilillah.
Lalu, bagaimana
peran kita dalam menyambut kemerdekaan Indonesia? Apakah kita diminta untuk
berjuang di medan perang yang penuh dengan pertumpahan darah? Apakah kita
diminta untuk menahan rasa sakit demi mencapai kata “Merdeka”? Lantas mengapa untuk sekadar hormat kepada Sang Saka Merah Putih saja kita enggan?
Untuk mendengarkan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dengan khidmat kita enggan?
Bagaimana dengan
anggapan bermegah-megahan dalam menyambut kemerdekaan? Mengundang berbagai
artis yang jelas-jelas mengumbar aurat, hanya memberikan tontonan yang memuaskan keinginan anak muda zaman
sekarang, yang mulai terkikis moral dan perilakunya. Bukankah Indonesia
terkenal dengan bangsanya yang berbudi pekerti, berpegang teguh kepada
kepercayaan agamanya, dan segalanya yang sopan santun? Katanya begitu.
Maka sudah
sepatutnya kita, pemuda-pemudi Islam Indonesia mengikuti jejak mereka. Jejak
mulia untuk membangun kemerdekaan tanah air kita. Tidak hanya membangun, namun
juga mempertahankan serta mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia.
Selain itu hal yang sepatutnya
kita lakukan adalah memupuk rasa persatuan dan tanggung jawab. Dimana
kita dituntut untuk saling menghargai perbedaan dan mengutamakan persatuan. Di
bangsa yang penuh keberagaman ini, sering terjadi yang namanya perpecahan. Oleh karena itu, kita diminta untuk
menpertahankan negeara ini dari yang namanya perpecahan. Perpecahana itu sendiri dapat dipicu melalui
faktor internal maupun eksternal. Salah satu contoh dari faktor internal adalah
kurangnya ilmu. Kurangnya ilmu dapat menyebabkan kita mudah dipengaruhi,
diprovokasi, atau dibodohi. Semakin sedikit ilmu kita maka semakin mudah untuk
kita diprovokasi. Karenya islam mengajarkan kita untuk menuntut ilmu sampai ke
liang lahat. Jika kita berilmu maka kita akan semakin sulit untuk diprovokasi
atau dipengaruhi, karena ilmu yang kita punya dapat menjadi landasan dalam
bertindak dan berperilaki
Selain faktor internal, terdapat faktor eksternal , yaitu era
globalisasi. Di era yang semakin canggih ini kita dituntut untuk cerdas dalam
memanfaatkannya. Cerdas dalam memanfaatkan media media yang ada untuk kegitan
yang bermanfaat, bukan justru untuk kegiatan yang merusak moral bangsa.
Mencintai budaya luar yang berlebihan dan justru budaya kita dilupakan.
Seharusnya kita bangga terlahir menjadi pemuda indonesia. Terlahir dari tanah
khatuliswa. Dimana perbedaan bukanlah penghalang karena perbedaan itu
menyatukan bukan memecahbelakan bangsa. Dalam islam kita diajarkan untuk
bertolrensi dan saling menhargai. Jika kita dapat melakukannya bukan mustahil
jika bangsa kita dapat hidup berdampingan tanpa memperhatikan perbedaan.
Ilmu juga ttak kalah penting
perlunya. Bagaimana mau menjadi pejuang negeri, kalau menuntut ilmu saja
malas-malasan, memang pasti rasa malas itu datang. Namun, jika kita telah sadar
terhadap diri kita sendiri, dan demi mmenyongsong masa depan bangsa, rasa malas
itu dengan mudah dapat kita hilangkan. Segala sesuatu itu berawal dari niatnya.
Innama a’malu binniyah begitulah teman-teman, mari sama sama
belajar, sama sama bekerja keras, dalam memupuk negeri ini, untuk dapat
memunculkan jiwa jiwa pancasila, jiwa jiwa bermoral tinggi, dan berbudi pekerti
yang baik.
Selamat HUT RI ke 72
Oleh kami,
Pemuda Islam Cinta Indonesia
0 komentar:
Post a Comment